![]() |
Anak Anak Maluku "Children Program" |
Pulau Maluku merupakan serpihan surga yang ditaburi
rempah-rempah dan bingkai oleh laut biru, Namun dibalik ke indahan alamnya,
tersimpan kisah-kisah perjuangan, terutama bagi generasi muda yang tumbuh di
tengah keterbatasan atau warisa konflik masa lalu. Disinilah hati nurani yang
tulus dari seorang wanita yang bernama Nuraya ingin mendedikasikan hidupnya untuk
merajut kembali harapan melalui program yang sangat sederhana, namun besar
artinya “Children Program”
Nurani lahir tahun 1970 dan besar di salah satu pulau kecil Saparua
Maluku Tengah. Dia bukan berasal dari keluarga berada atau berpendidikan
tinggi, ayahnya seorang nelayan, sedangkan ibunya seorang penganyam tikar.
Namun dari orang tuanya, Nuraya mewariskan dua hal esensial yaitu : ketabahan
ombak yang tak pernah lelah menghantam karang dan kearifan local yang melihat
laut bukan sekedar sumber nafkah melainkan sebagai guru kehidupan.
Pendidikan formal Nuraya hanya sebatas tingkat menengah, namum
buku-buku lama yang dia temukan di perpustakaan desa daari cerita para tertua
kampung adalah universitas sejatinya. Nuraya cepat menyadarinya, jurang antara
Maluku dan pulau-pulau besar lainnya bukan hanya tentang jarak geografis,
melainkan akses terhadap ilmu pengetahuan dan kesempatan.
Titik Balik Kehidupan
Nuraya
Pada masa kelam yang pernah menyelimuti Maluku, Nurasa
sebagai dewasa muda, dia menyaksikan langsung bagaimana konflik sosial
merenggut masa depan yang telah meninggalkan luka psikologis mendalam, terutama
pada anak-anak. Anak-anak yang seharusnya bermain dan belajar. Dipaksa untuk
menghadapi trauma, perpecahan dan kehilangan.
Di tengah puing-puing itulah, Nuraya membuat sebuah janji
pada dirinya sendiri, bahwa dia tidak ingin ada lagi generasi Maluku yang
kehilangan masa depannya karena warisan masa lau. Nuraya melihat bahwa
pendidikan adalah vaksin terbaik melawan kebencian dan kebodohan, dan kasih
saya adlah obat untuk menyembuhkan luka batin. Setelah masa pemulihan,
alih-alih merantau ke kota besar. Nuraya memilih untuk menetap. Dia memulai
pergerakannya secara informal, mengumpulkan anak-anak tetangga di teras
rumahnya untuk sekedar membaca, bernyanyi dan mendengarkan cerita.
![]() |
Anak-anak Maluku "Children Program" |
Inilah asal mulanya “Children Program” mulai dari tekad yang
membaja dan tikar yang digelas di bawah pohon rindang serta pengalaman yang
keras dan cintanya pada budaya Maluku membuat Nuraya menjadi sosok yang empati,
tegas, namun sangat hangat menjadikan figure sentral yang sangat dihormati di
komutasnya.
“Children Program” yang digagas oleh Nuraya bukan hanya sekedar bimbingan
belajar tambahan, namun program ini adalah ekosistem pendidikan holistic yang
di rancang khusus untuk konteks Maluku yang menggabungkan nilai-nilai lokal dengan
tuntutan zaman modern dengan metode tiga pilar.
Pilar Pertama :
Pendidikan Kritis dan Kreatif
Progran Nuraya pada ”Children Program” berfokus pada
literasi fungsional, kecintaan membaca dan berfikir kritis. Dia menggunakan
metode yang sangat menyenangkan. Anak-anak diajak berbicara tentang pengalaman
mereka, menulis surat untuk pemimpin daerah dan berhitung menggunakan hasil
tangkapan laut atau hasil kebun. Yang paling penting, program ini memiliki sesi
kelas damai. Di sesi ini, anak-anak dari latar belakang agama atau suku berbeda
didorong untuk bekerja sama dalam proyek seni atau permainan tradisional.
Pilar kedua :
Konservasi Bahari dan Identitas
Maluku merupakan rumah lautan yang kaya, karena itu Nuraya
memahami bahwa mencintai Maluku berarti mencintai lautnya. Kurikulum yang dai
gunakan menyertakan materi tentang konservasi lingkungan, khususnya ekosistem
laut.
Anak-anak secara rutin diajak ke pantai untuk belajar tentang
mangrove, cara membuang sampah yang benar, dan pentingnya menjaga terambu
karang. Mereka tidak hanya diajari, namun tetap dilibatkan seperti menanam
bibit mangrove, membersihkan pantai, dan mendokumentasikan keindahan alam
mereka, agar dapat menumbuhkan rasa kepemilikan dan tanggung dan tanggung jawab
terhadap identitas mereka sebagai anak-anak pulau.
Pilar ketiga :
Pemberdayaan Seni dan Budaya
Untuk menyembuhkan trauma masa lau, Nuraya menggunakan
kekuatan seni dan budaya, seperti buka Kelas Tari Tradisional, Permainan alat musik
tifa, dan cerita rakyat menjadi agenda wajib. Dengan malalui tarian dan lagu,
anak-anak tidak hanya melestarikan budaya, namun dapat menyalurkan emosi dan energy
negative menjadi karya yang positif dan indah.
![]() |
Anak Anak Maluku "Children Program" |
Program ini berhasil menarik perhatian beberapa sukarelawan
muda, baik dari universitas local maupun perantau yang pulang kampung. Mereka
membantu Nuraya mengembangkan modul pembelajaran, membuat program ini semakin
terstruktur, dan memperluas jangkauan ke desa-desa tetangga.
Kini, Nuraya telah berhasil menciptakan ruang aman yang
sangat dibutuhkan oleh anak-anak Maluku, dimana ruang tersebut mereka boleh
bertanya tanpa takut, boleh berbeda tanpa terancam, dan boleh bermimpi tanpa
batas. Semangat “Satu Rasa, Satu Hatu” kini bukan sekedar slogan, malinkan
praktik sehari hari.
Kisah Nuraya sebagai pengingat bagi kita semua, bahwa untuk
mengubah dunia, kita tidak selalu membutuhkan sumber daya yang besar, namun
hati yang tulus dan visi yang jelas. Nuraya telah membuktikan, bahwa ditengah
tantangan, kesabaran dan ketenangan yang dia tularkan kepada anak-anak
merupakan modal paling berharga untuk membangun masa depan Maluku yang damai
dan cerdas. Dengan pencapaian ini Nuraya
telah mendapat penghargaan SATU Indonesia Award 2024 dalam bidang Pendidkan “Children
Program”
#APA2025-KSB
Penulis
Adi Putih
Tidak ada komentar:
Posting Komentar