Benarkah Kusta dan Disabilitas Identik dengan Kemiskinan |
Kusta atau lepra merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi bakteri Mycobacterium leprae. Lepra dibagi dalam 2 tipe yaitu tipe Pausibasilar (PB) dan Multibasilar (MB). Kusta tipe PB adalah tipe kusta yang tidak menular, sedangkan kusta tipe MB adalah kusta yang menular. Penyakit ini dapat menyebabkan masalah yang kompleks, bukan hanya dari segi medis seperti cacat fisik tetapi juga sampai masalah sosial ekonomi, budaya, keamanan dan ketahanan nasional. Bila tidak ditangani dengan cermat, kusta dapat menyebabkan cacat dan keadaan ini menjadi penghalang bagi pasien kusta dalam menjalani kehidupan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan sosial ekonominya.
Bicara soal
kebutuhan sosial ekonomi, kita kupas tuntas di Ruang Publik KBR “Benarkah kusta dan disabilitas identik dengan
kemiskinan” yang di pandu oleh Host Debora Tanya dan narasumber :
è
Sunarman Sukamto, amd selaku Tenaga
ahli Kedeputian V dari Kantor Staff Presiden (KSP)
è
Dwi Rahayuningsih selaku Perencana
Ahli Muda, Direktorat Penanggulangan Kemiskinan dan Pemberdayaan Masyarakat
dari kementerian PPN / Bappenas
Karena M. leprae
adalah bakteri intraseluler, jadi pertahanan pada imunitas yang dimediasi sel
Defisiensi protein bersama dengan asupan vitamin dan mineral yang tidak memadai
atau rendah makanan bergizi dari berbagai kelompok makanan yang dikaitkan
dengan penurunan imunitas yang diperantarai sel, yang membuat penderita kusta
berisiko berkurang imunitasnya
Pasien kusta
kurang memiliki akses sosial ekonomi, faktor kesehatan dan gizi dibandingkan
dengan populasi non kusta. Faktor utama peningkatan risiko kusta antara lain
pendapatan rendah, pengeluaran makanan, status gizi, dan skor keragaman makanan
(Dietary Diversity Score) dengan tidak adanya stok pangan rumah tangga dan
kekurangan pangan tahun lalu. Kelompok pasien lepra memiliki konsumsi makanan
bergizi tinggi yang lebih rendah seperti daging, ikan, telur, susu, buah-buahan
dan sayuran.
Sunarman Sukamto, AMD
Bp. Sunarman
Sukamti, AMD selaku Tenaga Ahli Kedeputian V dari Kantor Staff Presiden (KSP)
mengatakan bahwa data dari kementerian Kesehatan RI per tanggal 24 Januari
2022, terdapat jumlah kasus kusta sebanyak 13.487 dengan penemuan kasus baru
sebanyak 7.146 kasus, karena itu kasus kusta di Indonesia merupakan peringkat
ke tiga setelah India dan Brazil. Pada tahun 2021 yang lalu terdapat 6 provinsi
dan 101 kabupaten/kota yang belum eliminasi kusta.
Meningkatnya
upaya eliminasi kusta tidak hanya dari sisi kesehatan, tetapi juga non
kesehatan seperti sosial, ekonomi, lingkungan. Nah … untuk upaya kesadaran
bersama mengenai kusta yang harus didekati dengan multi dimensi bersama
kolaborasi lintas sektor lembaga pemerintah maupun sektor lembaga daerah
beserta teman-teman disabilitas dan OYPMK (Orang Yang Pernah Mengalami Kusta) yang
nantinya menjadi agen perubahan, sehingga kusta tidak identic dengan
kemiskinan. Yuk … bisa yuk …
Dwi Rahayuningsih
Ibu Dwi
Rahayuningsin selaku Perencana Ahli Muda, Direktorat Penanggulangan Kemiskinan
dan Pemberdayaan Masyarakat dari Kementerian PPN/Bappenas menerangkan bahwa pemerintah
mempunyai program untuk penanganan disabilitas dalam pengentasan kemiskinan
melalui Kementrian Sosial, seperti :
è
Pemberian bantuan Sembako yang
termasuk kategori miskin yang sudah terdaftar dalam data DTKS (data terpadu
kesejahteraan sosial), jadi kebijakan ini diberikan untuk mereka yang sudha
termasuk kedalam database Kemensos
è
Program bantuan Asistensi rehabilitasi sosial
dan penyaluran alat bantu
è
Program kemandirian usaha, terutama
bagi yang masih mendapatkan diskriminasi di lingkungan-nya
Kementrian Sosial
bersama Dinas Sosial di beberapa Pemerintah Daerah menyediakan tempat tinggal
bagi OYPMK seperti di :
Dusun Sumber
Gelagah Desa Tanjung Kenongo.
Jawa Timur : Desa
Banyumanis
Jawa Tengah :
Kompleks penderita kusta Jongawa
Ibu Dwi Rahayuningsih, untuk pelaksanaan rencana aksi nasional bagi penyandang disabiitas dan OYPMK agar dapat lebih produktif seperti : peningkatan cakupan program kesejahteraan sosial untuk penyandamng disabilitas dalam memperluas jangkauan dan perlindungan sosial. Dalam UU untuk perusahaan swasta memberi lowongan kerja dengan kuota 1% dan bagi perusahaan BUMD/BUMN 2% untuk mempekerjakan penyandang disabilitas dan OYPMK. Perusahaan swasta melalui CSR-nya dalam membantu OYPMK agar semakin berdaya melalui kegiatan pelatihan, kewirausahaan sehingga disabilitas dan OYPMK dapat berwirausaha secara mandiri, ungkat ibu Dwi Rahayuningsi mentup pembicaraan live treaming ini.
Salam Adi Putih