P
|
ada 20 Mei 2019 MUI (Majelis Ulama Indonesia)
mengadakan diskusi terbuka yang bertempat di gedung MUI, Jakarta.
Diskusi tersebut bertemakan seni dan budaya sastra
islam yang ada di Indonesia. Dengan menggandeng para pemuda dan pemudi islam
baik yang pro atau yang masih awam.
Sastra islam merupakan seni atau budaya sastra yang
berlandaskan kepada ketuhanan, estetika dan akhlak islam. Menurut para ustadz
dan ulama sastra islam itu muncul sebagai media dakwah yang isinya menampilkan
tujuh karakteristik islam dalam berdakwah, diantaranya :
ü
Konsistensi.
ü
Pesan.
ü
Universal.
ü
Tegas
dan jelas.
ü
Sesuai
dengan realita (bukti fakta kenyataan).
ü
Optimis,
dan
ü
Menyempurnakan
akhlak manusia.
Menurut para sastrawan Indonesia, sastra islam itu
sendiri adalah sastra yang mempromosikan sistem kepercayaan atau ajaran islam
yang bertujuan untuk memuji dan mengangkat tokoh-tokoh atau penda’i islam.
Lalu kemudian tujuan yang kedua adalah mengkritik
realitas yang tidak sesuai dengan bukti fakta kenyataan islam.
Tujuan yang ketiga adalah mengkritik pemahaman islam
yang dianggap tidak sesuai dengan semangat islam tulen atau yang bertentangan
dengan prinsip-prinsip islam tulen.
Dalam buku literatur sastra, khususnya sastra
keagamaan yang mencakup ruang lingkup islam, meski tidak diakui secara universal
namun sejarah sastra islam di Indonesia memiliki religius tema yang universal. Tema
ini juga menjadi tema yang favorite di kalangan para ustadz dan ulama.
Dalam konteks ini, karya-karya sastra islam yang
memiliki nilai utilitas islam dan mengandung nilai unsur sastrawan didalamnya,
mau tidak mau didesak agar bahasa islam yang digunakan memiliki karakter yang
terstruktur dengan lebih memanusiawikan bahasa sebagai sarana kerja yang lebih
kualitatif.
Suasana semacam inilah yang seharusnya dikembangkan
dalam menciptakan karya-karya sastra yang memiliki bermacam-macam muatan islam,
mengingat di dalam A-Quran terdaapat pesan dan anjuran serta perintah Allah yang
seringkali diucapkan dalam bentuk narasi deskriptif serta ungkapan-ungkapan
metaforis.
Selain itu juga ada asumsi-asumsi lain tentang pembenaran
bahwa puncak kemajuan sastra (seni dan budaya islam) selalu menjadi kehidupan
intelektual islam (spiritual islam).
Sebaliknya, jika ada sebuah komunitas yang tidak
dimarakkan oleh tradisi intelektual (spiritual islam), secara tidak langsung
akan memberi vibrasi yang kuat bagi runtuhnya mutu seni islam (sastra).
Pesantren dan kraton pada masa dahulu menunjukkan
hubungan timbal balik yang positif dalam bidang kesusastraan.
Pada abad ke-17 dan 18, pesantren menjadi tempat
atau setidaknya inspirasi bagi para pujangga dan sastrawan menghasilkan karya
sastra.
Para pujangga Indonesia ini tekun mengembangkan
karya-karya sastra dalam berbagai bentuk, seperti :
ü
Kakawin.
ü
Serat,
dan
ü
Babad.
Sebelum dibakukan menjadi 'milik kraton' pada
pertengahan abad ke-19, teks-teks sastra seperti Serat Jatiswara, Serat
Centhini, dan Serat Cebolek juga telah beredar luas di kalangan santri pesisir.
Kisah perjalanan kaum santri pengembara (santri
lelana) menuntut ilmu di berbagai pondok mendominasi karya-karya ini.
Sastra pesantren memiliki fungsi sosial dan fungsi
pedagogis. Fungsi pedagogis jelas sebagai alat pengajaran etika dan akhlak.
Para pemilik naskah yang mayoritas berpendidikan pesantren menegaskan
kepemilikannya dengan menambahkan catatan atau tanda tangan pada dua halaman
terakhir.
Fungsi sosial sastra pesantren juga ditunjukkan dari
cara kaum santri melakukan penggubahan, penambahan, dan penyisipan agar sesuai
dengan cita-cita sosial keagamaan kaum santri.
Hikayat malem diwa yang hampir sepenuhnya diwarnai
kosmologi hindu disisipi predikat 'guru ngaji di meunasah' kepada tokoh
protagonisnya. Meski tampak kecil, sisipan ini mengubah secara total konstruksi
cerita islam.
numpang promote ya min ^^
BalasHapusUntuk mempermudah kamu bermain guys www.fanspoker.com menghadirkan 6 permainan hanya dalam 1 ID 1 APLIKASI guys,,,
dimana lagi kalau bukan di www.fanspoker.com
WA : +855964283802 || LINE : +855964283802 ||