Rahmad Maulizar |
20 September 1993 merupakan
kelahiran Rahmad Maulizar, selama 18 tahun Rahmat merasakan pahitnya menjadi
orang yang menderita bibir sumbing. Tidak nyaman, tidak percaya diri, dan juga
tidak berani bercita-cita yang lebih besar, baginya sungguh tidak mudah untuk dijalani.
Namun, Rahmad tidak pernah kecewa dengan keadaan ini. Baginya, pemberian Allah
adalah yang terbaik, dibalik semua-nya pasti allah memiliki rencana yang indah
untuk hidupnya.
Rumah sakit Malahayati – Banda Aceh,
dengan program Smile Train Indonesia menyediakan layanan gratis bibir sumbing
dan langit-langit mulut bagi pasien yang tidak mampu di propinsi Aceh. Sampai
pertengahan tahun 2019 lebih dari 3200 pasien bibir sumbing yang sudah
mendapatkan pelayanan gratis, salah satunya adalah Rahmad Maulizar yang
ditangani oleh Dr. M. Jailani, SpBP-RE (K), dokter ahli bedah plastik yang
menjadi mitra Smile Train di provinsi Aceh.
Keberhasilan menjalani operasi
membawa pengaruh besar pada hidupnya, sehingga Rahnad bisa tersenyum sempurna. Sejak
itu Rahmad mulai menjadi pribadi yang jauh lebih percaya diri dan tidak lagi
takut mempunyai cita-cita yang tinggi. Tahun 2010 Rahmad mulai bergabung dengan
Smile Train sebagai pekerja sosial, berkeliling hingga ke pedalaman Aceh untuk
mensosialisasikan adanya operasi bibir sumbing gratis dengan mencari anak-anak
penderita bibir sumbing untuk dioperasi.
Sebagai orang yang pernah mengalami bibir sumbing, saya bisa merasakan beratnya hidup mereka. Karena itu, saya putuskan untuk mengabdikan diri membantu penderita bibir sumbing untuk bisa memiliki senyum baru yang sempurna," ungkap Rahmad yang merupakan alumnus Program Studi Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisip) Universitas Teuku Umar.
Seorang bayi yang wajahnya ditutupi kain |
Pengabdian Penuh Tantangan
Mencari anak-anak penderita sumbing
di Aceh untuk dioperasi gratis bukanlah pekerjaan yang mudah. Apalagi sebagian
besar penderita bibir sumbing berasal dari keluarga tidak mampu yang tinggal di
desa-desa dengan kondisi geografis yang menantang, sangat sulit-nya mendatangi
dipedalaman aceh, hingga Rahmad menggunakan motor trail. Selain itu tantangan
datang dari masyarakat, bahwa sebagian warga masih menggap bibir sumbing
sebagai aib yang tidak bisa disembuhkan, sehingga bila ada anggota keluarganya
yang menderita bibir sumbing akan disembunyikan.
Rahmad Maulizar pernah menjumpai ada
seorang bayi yang wajahnya ditutupi kain karena orang tuanya malu memiliki anak
dengan bibir sumbing. Padahal sumbing merupakan kondisi medis yang bisa
ditangani dengan operasi rekonstruksi. Namun hal ini kurang dipahami oleh
masyarakat karena minimnya akses informasi. Tidak sedikit orang tua yang
menolak anaknya dioperasi dan menganggapnya sebagai takdir. Saya bahkan pernah
diusir, disiram pakai air saat hendak masuk ke rumah salah satu keluarga
penderita bibir sumbing,” cerita Rahmad.
Tidak mengenal lelah, hampir setiap
hari Rahmad Maulizar berkeliling ke penjuru desa di Provinsi Aceh untuk mencari
anak-anak penderita bibir sumbing. Mengajak pasien dan keluarganya untuk datang
ke rumah sakit agar bisa mendapatkan pelayanan operasi bibir sumbing gratis
dari Smile Train Indonesia yang merupakan badan amal internasional untuk
anak-anak yang memberikan operasi perbaikan sumbing gratis serta perawatan
sumbing komprehensif kepada anak-anak.
Menyelusuri Pedalamam Aceh menggunakan motor Trail
Raih Satu Indonesia Awards 2021
Atas semangat dan ketulusannya
membantu anak-anak penderita bibir sumbing, Rachmad menjadi salah satu penerima Apresiasi SATU Indonesia Awards 2021 untuk bidang kesehatan. Sebelumnya saya
tidak pernah menyangka bisa mendapatkan apresiasi SATU Indonesia Awards 2021.
Apresiasi ini membuat saya semakin bersemangat untuk membantu anak-anak Aceh
penderita bibir sumbing mendapatkan senyum baru dan harapan hidup baru. Karena Bagi
Rahmad Maulizar, manusia terbaik adalah yang memberi manfaat bagi orang banyak.
Ia berharap apa yang dilakukan bisa memberi inspirasi bagi banyak orang
khususnya generasi muda untuk terus memberi manfaat pada sesama.
Penulis Rahmat Adi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar